Jumat, 08 Maret 2013

Learn From The Experts Series (2)

Sebagai lanjutan dari seri belajar dari para ahli, maka saya kutip kembali apa yang ada pada kontan online , selamat membaca, semoga bermanfaat ---

Risiko di hotel lebih kecil daripada properti lain

Risiko di hotel lebih kecil daripada properti lain  Berangkat dari perusahaan properti lokal asal Semarang, Dafam Group mulai menjelma menjadi entitas bisnis multibidang berkelas nasional. Billy Dahlan, CEO Dafam, terus mengayunkan langkah-langkah ekspansi. Berikut penuturan pria berusia 28 tahun tersebut mengenai strategi dan rencana bisnisnya, kepada wartawan Mingguan KONTAN, Tri Sulistiowati dan Edy Can, di Jakarta, Rabu (20/2) lalu.
Setelah lulus kuliah tahun 2006 di Inggris, saya memutuskan pulang ke Pekalongan, Jawa Tengah, untuk membantu orangtua berbisnis sarang burung walet. Dari situ, saya belajar dasar-dasar bisnis selama enam bulan.
Namun, sebenarnya mimpi saya adalah mempunyai gedung tinggi. Saya menyukai desain dan arsitektur, dan suka membaca buku desain. Nah, ketika itu Dafam belum berbisnis properti.
Tahun 2009, saya bertemu dengan Andhy Irawan (Managing Director Dafam saat ini), yang bekerja di Hotel Santika. Kami banyak mengobrol soal manajemen perhotelan dan finansial. Dari percakapan itulah muncul rencana membangun bisnis hotel.  
Saya membuka hotel pertama di Semarang, Jawa Tengah. Awalnya, gedung itu adalah mal yang sudah bangkrut, kemudian saya ambil alih untuk direnovasi menjadi hotel.
Sekitar setahun kemudian, saya membuka hotel yang kedua. Dari dua hotel ini, saya bermimpi menambah hotel lebih banyak lagi. Demi mewujudkan impian itu, saya menarik Andhy, yang semula sebatas sebagai konsultan, untuk membantu mengembangkan usaha Dafam ke sektor properti. Maklum, mulanya Dafam adalah perusahaan umum.
Setelah itu, jaringan hotel Dafam terus bertambah di beberapa kota di daerah Jawa, seperti Cilacap, Pekalongan, Semarang, Bandung, dan Yogyakarta. Memang, kebanyakan hotel itu merupakan bangunan atau hotel lama yang kemudian  kami renovasi. Pertimbangannya, lokasi bangunan tersebut strategis.
Merenovasi bangunan yang sudah jadi terkadang biayanya jauh lebih besar, namun jika lokasinya bagus, ya kami mengambil bangunan tersebut.
Saat hotel benar-benar sudah diambil alih, langkah pertama yang dilakukan adalah review dan pendataan. Lantas, kami membandingkan hasilnya dengan data pada database perusahaan itu. Bila, menemukan hal yang tak sesuai dengan database kami, maka kami akan melakukan penggantian.
Hingga kini kami mengoperasikan sembilan hotel dan masih ada 30 hotel lagi yang sedang dalam proses. Harapannya, semua hotel sudah bisa beroperasi pada akhir tahun ini.
Salah satu target kami adalah membangun sebuah hotel di Jakarta. Sayang, hingga saat ini target itu belum tercapai karena kami belum menemukan lahan yang cocok.
Saya memilih bisnis properti perhotelan karena menganggap risikonya lebih kecil ketimbang sektor properti lain. Dari sisi likuiditas, selalu ada uang yang masuk dalam bisnis ini karena setiap hari ada yang menyewa kamar. Sementara untuk bisnis properti lain, seperti perumahan dan apartemen, dana bisa mengendap lantaran tidak ada unit yang terjual atau disewa.
Saat memulai bisnis hotel, saya meminjam dana dari bank sebesar Rp 40 miliar. Setahun kemudian saya sudah bisa mengembalikan pinjaman itu dan kembali mengajukan tambahan kredit Rp 10 miliar.
Ketika memulai bisnis itu, banyak orang yang meragukan karena umur saya masih 25 tahun dan sejarah keluarga saya yang tidak pernah mengajukan kredit kepada bank. Tapi, saya tidak pernah pedulikan itu, karena punya niat dan ingin membuktikan keberhasilan.
Bukan sekadar manajemen hotel
Setelah berhasil membuka hotel pertama sampai keempat, perusahaan memutuskan untuk memperluas bisnis jadi operator. Langkah ini muncul karena permintaan relasi untuk mengoperasikan hotel mereka.
Maka, saya membentuk satu tim korporat yang bertugas mengelola dan menawarkan jasa pengelolaan hotel. Satu tim berjumlah sekitar 20 hingga 30 orang, yang mengurusi lima hotel sehingga bisa memperhatikan semua hotel yang dikelola.
Dengan jumlah itu, saya berharap semua hotel yang dikelola Dafam bisa diperhatikan secara baik. Bila ada masalah di salah satu unit, bisa diselesaikan dalam waktu 24 jam.
Sebagai pemain baru pengelola hotel, Dafam memberikan benefit lain sehingga bukan sekadar mengurusi manajemen hotel. Kami memberikan layanan tambahan seperti bantuan dana pembangunan gedung saat masa konstruksi.
Selama ini, ada beberapa pemilik hotel yang kekurangan dana di tengah-tengah masa konstruksi. Kalau memang tidak dari Dafam, kami juga membantu memberikan akses pemilik hotel ke perbankan.
Dafam juga membuka layanan konsultasi selama masa konstruksi. Konsultasi ini diberikan supaya pemilik hotel bisa memperoleh barang-barang dengan harga yang lebih terjangkau. Prinsipnya, kami membantu pemilik hotel sejak awal masa konstruksi.
Kami tidak menyimpan rahasia apa pun. Apa yang ada, kami kasih semuanya kepada investor.
Tak cuma itu, kami menawarkan bantuan pengurusan izin, merencanakan harga, proses pembiayaan, tender dan feasibility study-nya. Kami juga rutin menyelenggarakan pelatihan karyawan untuk meningkatkan pelayanan hotel. Inilah yang membedakan Dafam dengan operator hotel lain.
Setelah hotel berdiri, kami ikut aktif memasarkan hotel, termasuk mengenalkan brand Dafam ke masyarakat luas. Selama ini, brand Dafam memang belum terlalu dikenal. Dafam itu berasal dari singkatan Dahlan Family. Dahlan merupakan nama keluarga saya. Awalnya, saya sempat ingin memakai nama barat. Namun tidak jadi, karena saya berpikir brand itu awalnya memang terdengar asing. Jadi, tidak apa-apa.
Untuk mengenalkan brand Dafam, saya sudah bekerja sama dengan Bank Bukopin melalui pembuatan kartu keanggotaan (business card). Dengan kartu ini, pelanggan bisa menikmati diskon dan fasilitas tambahan di seluruh jaringan hotel Dafam. Manfaat bagi kami, pada kartu itu tercetak logo Dafam Group.
Untuk memperluas jangkauan pemasaran, kami akan membuka kantor di Jakarta karena potensi investornya besar. Kami sedang merenovasi kantor di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, yang akan menjadi pusat pemasaran proyek Dafam di kawasan Indonesia bagian barat. Sedangkan kantor di Semarang akan menjadi kantor pemasaran bagi proyek-proyek di Indonesia bagian timur.
Dalam dua tahun mendatang, saya berharap kantor pusat Dafam di Semarang bisa pindah ke Jakarta. Sebab, ada orang yang bilang, perusahaan belum berskala nasional bila belum berkantor di Jakarta. Tapi, yang lebih utama, karena potensi bisnis di Jakarta lebih besar ketimbang di daerah.
Dalam jangka panjang, saya berencana membawa Dafam untuk merambah bisnis lain, tapi masih berkaitan dengan tanah seperti pertanian dan pertambangan. Wilayah Indonesia sangat luas dan belum tergarap semua. Setelah itu, mungkin Dafam masuk ke sektor consumer market.
Rencana-rencana itu baru akan terwujud dalam waktu lama karena membutuhkan modal besar. Saat ini, modal itu belum cukup karena likuiditas bisnis hotel adalah jangka panjang. Itu kesalahan saya. Karena itu, mulai tahun lalu, kami menyeimbangkan likuiditas dengan merambah sektor properti di luar hotel.
Kami menggarap properti perumahan, kondotel dan office tower. Total ada enam proyek yang kami kerjakan tahun ini, di antaranya di Bali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar