Kamis, 13 September 2012

Cerita di Bandara Narita

Semi visualisasi atas kisah yang akan saya share kali ini pernah beredar di internet, dengan bahasa Inggris dan diiringi musik latar yang sayup-sayup. Sudah cukup lama, tetapi cukup meninggalkan bekas yang dalam.Hal yang kemudian memotivasi saya untuk mentransformasinya menjadi sebuah cerita tertulis, karena ; (1) cerita tersebut dapat dinikmati bagi penyuka bahasa tulis, (2) cerita tersebut mungkin akan "lebih" berkembang  ketika  diwujudkan dalam bentuk narasi, dan (3) mungkin bisa memberikan variasi lain, dibanding versi aslinya.

Secara substansi mungkin sama, tapi dari alur penuturan dan penokohan sedikit berbeda.
Bagi yang sudah pernah tahu versi semi-visualisasinya atau pun bagi yang belum tahu sama sekali, saya ucapkan selamat mengikuti. Nilai moral dari cerita ini merupakan bagian yang lebih penting dari sekedar frase yang ada.
======
Bandara Narita, Tokyo.Suasana bandara yang terletak di prefektur Chiba, Jepang ini selalu  ramai oleh para penumpang.  Nena (sebut saja demikian, perempuan sekitar 20-an) bergegas untuk melakukan check-in untuk penerbangan yang ingin ia lakukan. Setelah antri sekian waktu, akhirnya ia selesai dengan administrasi pelaporan tersebut dan kemudian menuju gate yang tertera pada boarding pass yang ia miliki.

Berhubung waktu yang tersedia masih agak panjang, maka Nena kemudian memutuskan untuk berbelanja di store yang ada di sekitar gate tersebut. Setelah membayar cemilan dan sebuah majalah, ia pun kemudian menuju deretan bangku yang tersedia.

Nena pada dasarnya "tukang baca", sehingga sambil membaca majalah yang baru ia beli, lalu mengambil bangku kosong yang masih ada. Di sebelahnya duduk seorang perempuan lain yang menurut ia, tidak terlalu jauh berbeda dengan dirinya. Berjilbab panjang berwarna putih.Perempuan itu juga terlihat sedang asyik membaca.

Beberapa saat setelah diantara mereka sama-sama asyik membaca dengan majalah/bukunya, Nena kemudian melihat perempuan itu mengambil isi kantong cemilan yang ada di antara kursi mereka. Nena langsung merasa bete sambil ngedumel "dasar, main ambil aja "! Nena menahan diri untuk tidak marah, lalu ia pun ikut mengambil isi cemilan tersebut, tanpa merubah posisi kantongnya.

Tidak lama selesai Nena mengambil satu cemilan tersebut, perempuan itu pun mengambil lagi,sambil tetap meneruskan bacaannya. Nena semakin gondok, ia kemudian mengatakan pada dirinya , "jika perempuan berkerudung ini masih terus mengambil cemilan tersebut tanpa ijinnya , maka ia akan tidak akan segan-segan melabraknya dan mengatakan bahwa jilbab perempuan itu hanya kamuflase atas perilakunya yang buruk"!

Tak terasa, isi kantong cemilan itu tinggal sedikit. Bergantian Nena dan perempuan itu mengambil isinya. Tetapi Nena tidak sanggup menumpahkan kemarahannya. Dengan hati betul-betul KESAL, akhirnya Nena mengambil bawaannnya dan masuk ke gate tempat dimana pesawatnya berada. Tidak lama, Nena dan para penumpang lain dipersilahkan masuk pesawat.
Nena bersyukur, ternyata perempuan itu tidak satu pesawat dengannya, "kurang ajar betul , Berani-beraninya mengambil tanpa ijinku, untung aku tidak marah!" demikian Nena berkata dalam hatinya.

Begitu masuk pesawat, Nena menaruh tasnya pada cabin bagian atas. Tetapi sebelumnya ia ingin mengambil kacamatanya, karena biasanya ia merasa kesulitan membaca di dalam pesawat tanpa bantuan kacamata.

Saat mencari kacamata, Nena mendapati bungkusan yang membuat hatinya berdetak keras.
Sebungkus cemilan yang belum terbuka !
Cemilan yang ia beli saat di store sebelum masuk gate !
Cemilan yang ia yakin betul telah ia makan saat membaca !
Cemilan yang tadi ia "perebutkan" dengan perempuan yang duduk disebelahnya !
..........
Terhenyak Nena mengetahui bahwa ia ternyata tidak pernah mengeluarkan cemilan tersebut begitu ia selesai membayar pada kasir store.
Ia sadar sepenuhnya sekarang, bahwa ia memang langsung memasukkan cemilan tersebut kedalam tas, dan ia tenggelam dalam bacaan majalah yang ia beli.

Menyadari bahwa ia telah SALAH BESAR, Nena menangis! Karena sebenarnya bukan perempuan tadi yang "mencuri" tetapi ia lah yang mengambil milik orang lain tanpa ijin.
Sebenarnya dirinyalah yang TIDAK TAHU MALU, kesal dan marah untuk sesuatu yang seharusnya ia tidak lakukan.
Betapa mulianya perempuan tadi, tidak marah saat cemilannya diambil.
Membiarkan orang lain menikmati haknya, tanpa harus marah dan kesal !
Nena  merasa begitu menyesal. Betapa kerdil dan picik dirinya !
Nena tidak tahu kapan ia bisa bertemu untuk MINTA MA'AF sekaligus BERTERIMAKASIH kepada perempuan berjilbab itu. Hanya tinggal rasa sesal yang begitu dalam.
Penyesalan yang berlapis-lapis karena ia telah mengira yang bukan-bukan akan agama perempuan tersebut.
Ternyata anggapannya salah. Ternyata perempuan muslim tersebut memang baik adanya.
Airmatanya jatuh berlinang sementara pesawat yang membawanya melaju menembus awan.

Pembaca yang berbahagia...
Cerita diatas mungkin menjadi cerminan diri kita. Cermin atas "kekhilafan" yang mungkin kita lakukan akibat TIDAK TELITI dan TIDAK PEDULInya kita terhadap sekeliling kita. Lupa mungkin manusiawi, tetapi ketika ada momen dimana kita seharusnya TIDAK SOMBONG, atau seharusnya TIDAK  BERSIKAP PELIT, dan MAU BERBAGI , maka seharusnya MEMANG itu yang kita lakukan. Tidak lalu menjadi orang yang angkuh dan sejenisnya. Bahkan ketika kita mencap seseorang atas sesuatu yang bukan dirinya! Bukankah itu sebuah prasangka yang tidak ada dasarnya ?!

Apa salahnya Nena untuk bersikap ramah ? Apa gunanya ia langsung pergi sambil memendam kekesalan ?
Bukankah ia sebaiknya mencoba bersilaturrahim ?
Mungkin dengan sikap yang lebih ramah, ia tidak akan menanggung malu sedemikian rupa !
Tidak berprasangka yang bukan-bukan !

Alasan bahwa jaman sekarang adalah jaman yang harusnya disikapi dengan hati-hati adalah betul ! Tetapi sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial, adalah sebuah "keanehan" ketika sifat individualis dan kecerobohan menjadi "pakaian" kita sehari-hari, Bahkan dalam kitab suci dikatakan bahwa diciptakannya kita berbangsa dan bersuku-suku adalah agar saling mengenal. Mengapa kita menjadi "Nena" yang tidak mau mengenal seseorang ?

Tokoh Nena hanyalah pemisalan, Bandara Narita juga hanyalah contoh setingan tempat yang tidak perlu dimaknai lebih jauh.

Saya mengajak kita semua untuk senantiasa melakukan intropeksi. Apakah kita pernah menjadi "Nena" seperti cerita diatas ? Kalau pernah, mari kita perbaiki diri. Kalau belum, mudah-mudahan kita memang tidak pernah memiliki sifat seperti itu.
Mari kita mencoba menjadi perempuan "tanpa nama" diatas, yang ikhlas membiarkan "cemilannya" diambil oleh orang yang "membutuhkan"

Salam,




Tidak ada komentar:

Posting Komentar