Senin, 24 September 2012

When "3M" is not enough

Saat melintas di samping sebuah mushalla yang sedang mengadakan pengajian, Agdun (sebut saja demikian) mendengar ceramah ustadz yang mengatakan, bahwa jika ingin mendapatkan perubahan dalam hidup maka mestilah dipegang konsep 3M (mulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai saat ini/sekarang). Agdun yang memang ingin memperoleh kehidupan yang layak menjadi termotivasi dengan konsep 3M tersebut, maka kemudian ia pun bertekad bahwa "kalau saya tidak melakukan perubahan, maka perubahan itu tidak akan pernah ada" , dan "kalau saya tunda-tunda, maka semuanya hanya mimpi" , dan "kalau yang besar belum ada, kenapa yang kecil dilewatkan" , maka Agdun pun  bertekad mengaplikasikan konsep 3M itu.

Lantaran Agdun merasa belum bisa meyakini "teman-teman seperjuangannya" yang tinggal dengannya dalam satu tempat kos, maka Agdun berinisiatif sendiri mengambil barang milik tetangga sebelah rumah kostnya. Sesuatu yang menurutnya tidak akan membuat tetangganya merasa kehilangan sekali, sesuatu yang "kecil" , sepatu bayi bekas, milik bayi tetangganya yang tertinggal di teras rumah.

Agdun percaya, perubahan terhadap dirinya akan berproses, karena dia melakukannya sendiri, dari yang kecil, dan sesaat setelah mendengar ceramah ustadz. Bukankah penghidupannya yang tak berpenghasilan akan berubah dengan ia menjual "sepatu kecil" curiannya ?

Lain anekdot Agdun, lain pula kisah Madri, ia yang hadir dalam ceramah ustadz itu,  kemudian bertekad akan memperbanyak ibadah guna menambah pahala dengan melakukan shalat sunat. Maka Madri rajin  sekali melaksanakan shalat sunat. Hampir setiap waktu, saat ia ingat bahwa ibadahnya kurang, maka ia lakukan ibadah sunat.

Pembaca yang berbahagia..
Mungkin cerita diatas sepertinya hanya sebatas banyolan, anekdot, dan untuk pemancing senyum saja. Hal tersebut mungkin ada benarnya, tetapi "substansi" yang ingin saya  sampaikan adalah bahwa konsep 3M --  mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil , dan mulai dari saat ini-- yang selama ini mungkin kita ketahui bersama, ternyata belum cukup/sempurna  dalam menjadikan seseorang berubah kearah kebaikan.

Tanpa bermaksud mengatakan bahwa apa yang biasanya disampaikan salah seorang ustadz kondang di Indonesia ini salah , tapi saya ingin menambahkan bahwa 3M perlu ditambah 2M lagi, agar KEBAIKAN dan KEBENARAN menjadi muara dari proses tersebut.

Penambahan 2M tersebut adalah ;
Mulai dari niat yang ikhlas -- bahwa aktivitas yang dilakukan semata-mata untuk mengharap keredhaanNya.
Mulai dari pemahaman ilmu yang benar-- bahwa aktivitas yang dilakukan ada dasarnya. Dasar yang tidak menyalahi akidah (hablumminallah dan hablumminannas), agar dapat dipertanggungjawabkan.

Contoh kita diatas, tentang Agdun--tidak dimulai dari niat yang ikhlas mengharap keredhaanNya, maka ia pun merasa tidak ada salahnya "mengambil tanpa ijin alias mencuri" barang "kecil" milik tetangganya. Walaupun itu hanya sebatas barang yang sepertinya tidak berharga lagi. Tetapi mencuri tetap dosa !

Madri pun demikian, niat untuk beribadah sudah benar, namun tidak dimulai dari pemahaman ilmu yang benar ! Jika tidak ada contoh dari Rasulullah tentang kegiatan ibadah ritual -- maka hal itu HARAM / terlarang, dan jika dilaksanakan menjadi bid'ah. Segala yang bid'ah tempatnya adalah neraka.

Lain jika ibadah mu'amalah (hubungan sosial, kemasyarakatan), karena Nabi sendiri pernah mengatakan "kamu lebih tahu tentang duniamu" , maka segala sesuatu itu pada hakekatnya boleh, sampai ada dalil yang mengharamkannya !

Pembaca yang berbahagia..

Mudah-mudahan penjelasan saya tidak membuat kabur.
Aplikasi dari konsep 5M ini dapat dilakukan pada berbagai ranah kehidupan.
Mudah-mudahan bermanfaat !

Mulai dari niat yang benar
Mulai dari ilmu yang jelas
Mulai dari diri sendiri
Mulai dari yang kecil
Mulai dari saat ini 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar